MAKALAH
Perkembangan Jiwa Agama Pada Anak dan Remaja
Disusun oleh :
ZULFA MAROMI
NIM. 20221112128
Jurusan Tarbiyah/ PBA
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) PEKALONGAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hampir seluruh ahli jiwa sependapat, bahwa
sesungguhnya apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan manusia itu bukan hanya
terbatas pada kebutuhan makan, minum, pakaian, ataupun kenikmatan-kenikmatan
lainnya. Berdasarkan hasil riset dan observasi mereka mengambil kesimpulan
bahwa pada diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat
universal.
Kebutuhan ini melebihi kebutuhan-kebutuhan
lainnya, bahkan mengatasi kebutuhan atau kekuasaan. Keinginan akan kebutuhan
tersebut merupakan kebutuhan kodrati, berupa keinginan untuk mencintai dan
dicintai Tuhan. Untuk itulah saya membuat makalah dengan judul perkembangan
jiwa agama pada anak dan remaja, dengan menitik beratkan identifikasi timbulnya
kesadaran beragama pada anak-anak dan remaja.
BAB II
PEMBAHASAN
Ø
Perkembangan jiwa agama pada anak
A. Teori tentang sumber kejiwaan agama.
Teorinya antara lain:
1. Teori Monistik (Mono: Satu)
Berpendapat bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu adalah satu sumber
kejiwaan. Selanjutnya sumber tunggal manakah yang dimaksud yang paling dominan
sebagai sumber tunggal manakah yang dimaksud paling dominan sebagai sumber
kejiwaan itu timbul dari beberapa pendapat, antara lain:
a. Thomas Van Aquino
Bahwa sumber kejiwaan agama itu ialah berpikir. Manusia ber-Tuhan karena
manusia menggunakan kemampuan berpikirnya.
b. Fredrick Hegel
Agama adalah suatu pengetahuan yang sungguh-sungguh benar dan tempat
kebenaran abadi. Berdasarkan hal itu agama semata-mata merupakan hal-hal atau
persoalan yang berhubungan dengan pikiran.
c. Fredrick Schleimacher
Bahwa yang menjadi sumber keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang
mutlak (sense of depend). Dengan adanya rasa ketergantungan yang mutlak ini
manusia merasa dirinya lemah. Berdasarkan rasa ketergantungan itulah timbul
konsep tentang Tuhan.
B.
Timbulnya jiwa keagamaan pada anak.
Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, fisik
maupun psikis. Walaupun dalam keadaan demikian ia telah memiliki kemampuan
bawaan yang bersifat laten. Potensi bawaan ini memerlukan pengembangan melalui
bimbingan dan pemeliharaan yang mantap lebih-lebih pada usia dini.
Sesuai dengan prinsip pertumbuhannya maka
seorang anak menjadi dewasa memerlukan bimbungan sesuai dengan prisip yang
dimilikinya yaitu:
a. Prinsip biologis
Secara fisik anak yang baru dilahirkan dalam keadaan lemah. Dalam segala
gerak dan tindak tandunya ia selalu memelukan bantuan dari orang dewasa
disekelilingnya. Keadaan tubuhnya belum tumbuh secara sempurna untuk
difungsikan secara maksimal.
b. Prinsip tanpa daya
Sejalan dengan belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan psikisnya maka anak
yang baru dilahirkan hingga menginjak waktu dewasa selalu mengharapkan bantuan
dari orang tuanya.
c. Prinsip eksplorasi
Kemantapan dan kesempurnaan perkembangan potensi manusia yang dibawanya
sejak lahir baik jasmani maupun rohani memerlukan pengembangan melalui
pemeliharaan dan latihan. Jasmani baru akan berfungsi secara sempurna jika
dipelihara dan dilatih. Akal dan fungsi mental lainnya pun baru akan menjadi
baik dan berfungsi jika kematangan dan pemeliharaan serta bimbingan dapat
diarahkan kepada pengeksplorasian perkembangannya.
Timbulnya Agama pada Anak.
Menurut beberapa ahli anak dilahirkan bukanlah sebagai
mahluk yang religius. Selain itu ada pula yang berpendapat sebaliknya bahwa
anak sejak dilahirkan membawa fitrah keagamaan. Fitrah itu baru berfungsi
dikemudian hari melalui proses bimbingan dan latihan setelah berada pada tahap
kematangan.
Beberapa teori mengenai pertumbuhan agama pada anak antara lain:
a) Rasa ketergantungan
Teori ini dikemukakan oleh Thomas, menurutnya manusia dilahirkan kedunia
ini memiliki empat keinginan yaitu keinginan untuk perlindungan, keinginan akan
pengalaman baru, keinginan untuk mendapat tanggapan dan keinginan untuk
dikenal. Berdasarkan kenyataan dan keempat keinginan itu, maka bayi sejak
dilahirkan hidup dalam ketergantungan.
b) Instink keagamaan
Menurut Woodworth, bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa instink
diantaranya instink keagamaan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri
anak karena beberapa fungsi kejiwaaan yang menopang kematangan berfungsinya
instink itu belum sempurna.
C.
Perkembangan agama pada anak-anak.
Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama
anak-anak itu melalui beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunya The Development
of Religious on Children ia mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak
itu melalui tiga tingkatan yaitu:
a. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3-6 tahun. Pada tingkatan ini
konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada
tingkat perkembangan ini anak menghayati konsep ke Tuhanan sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa ini masih banyak dipengaruhi
kehidupan fantasi hingga dalam menghadapi agama pun anak masih menggunakan
konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk akal.
b. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan)
Tingkat ini dimulai sejak anak masuk sekolah dasar hingga sampai ke usia
(masa usia) adolesense. Pada masa ini ide ke Tuhanan anak sudah mencerminkan
konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan (realis). Konsep ini timbul
melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa
lainnya. Pada masa ini ide keagamaan pada anak didasarkan atas dorongan
emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis.
Berdasarkan hal itu maka pada masa ini anak-anak tertarik dan senang pada
lembaga keagamaan yang mereka lihat dikelola oleh orang dewasa dalam lingkungan
mereka. Segala bentuk tindak (amal) keagamaan mereka ikuti dan mempelajarinya
dengan penuh minat.
c. The Individual Stage (tingkat individu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi
sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualistis
ini terbagi atas tiga golongan yaitu:
a) Konsep ke-Tuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi
sebagian kecil fantasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh pengauh luar.
b) Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan yang
bersifat personal ( perseorangan).
c) Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi etos
humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini setiap
tingkatan dipengaruhi oleh faktor intern yaitu perkembangan usia dan faktor
ekstern berupa pengaruh luar yang dialaminya.
Seharusnya agama masuk kedalam pribadi anak bersamaan
dengan pertumbuhan pribadinya, yaitu sejak lahir bahkan lebih dari itu sejak
dalam kandungan. Karena dalam pengamatan ahli jiwa terhadap orang-orang yang
mengalami kesukaran kejiwaan. Tampak bahwa keadaan dan sikap orang tua ketika
si anak dalam kandungan telah mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan jiwa si
anak kemudian hari.
D.
Sifat-sifat agama pada anak-anak.
Memahami konsep keagamaan pada anak-anak berarti memahami
sifat agama pada anak-anak. Orang tua mempunyai pengaruh terhadap anak sesuai
dengan prinsip eksplorasi yang mereka miliki. Dengan demikian ketaatan kepada
ajaran agama merupakan kebiasaan yang menjadi milik mereka. Berdasarkan hal itu
maka bentuk dan sifat agama pada diri anak dapat dibagi atas:
1. Tidak mendalam (Unreflective)
Dalam penelitian Machion tentang sejumlah konsep ke-Tuhanan pada diri anak
73% mereka menganggap Tuhan itu bersifat seperti manusia. Kebenaran yang mereka
terima tidak begitu mendalam sehingga cukup sekedarnya saja dan mereka sudah
merasa puas dengan keterangan yang kadang-kadang kurang masuk akal. Meskipun
demikian pada beberapa orang anak terdapat mereka yang memiliki ketajaman
pikiran untuk menimbang pendapat yang mereka terima dari orang lain.
2. Egosentris
Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama usia
perkembangannya dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalamannya.
Apabila kesadaran akan diri itu mulai subur pada diri anak, maka akan tumbuh
keraguan pada rasa egonya.
3. Anthromorphis
Pada umumnya konsep mengenai ke-Tuhanan pada anak berasal dari hasil
pengalamannya dikala ia berhubungan dengan orang lain. Tapi suatu kenyataan
bahwa konsep ke-Tuhanan mereka tampak jelas menggambarkan aspek-aspek
kemanusiaan.
4. Verbalis dan Ritualistis
Dari kenyataan yang kita alami ternyata kehidupan agama pada anak-anak sebagian
besar tumbuh mula-mula secara verbal (ucapan). Mereka menghafal secara verbal
kalimat-kalimat keagamaan dan selain itu pula dari amaliah yang mereka
laksanakan berdasarkan pengalaman menurut tuntunan yang diajarkan kepada
mereka.
5. Imitatif
Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan bahwa tindak keagamaan yang
dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya diperoleh dari meniru. Berdoa dan shalat
misalnya mereka melaksanakan karena hasil melihat perbuatan di lingkungan, baik
berupa pembiasaan ataupun pengajaran intensif. Para ahli jiwa menganggap, bahwa
dalam segala hal anak merupakan peniru yang ulung. Sifat peniru ini merupakan
modal yang positif dalam pendidikan keagamaan anak.
6. Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang terakhir pada
anak. Berbeda dengan rasa kagum yang ada pada orang dewasa, maka rasa kagum
anak ini belum bersifat kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum terhadap
keindahan lahiriah saja. Hal ini merupakan langkah pertama dari pernyataan
kebutuhan anak akan dorongan untuk mengenal sesuatu yang baru. Rasa kagum
mereka dapat disalurkaan melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub.
SELENGKAPNYA KLIK
0 Response to " MAKALAH Perkembangan Jiwa Agama Pada Anak dan Remaja"
Posting Komentar